Bolehkah orang miskin, janda dan anak-anak yatim menerima santunan dari bank riba ?

Pertanyaan:

عندنا السؤال شيخنا :
هل يجوز للفقير قبول التبرعات من البنوك الربوية وكذلك الأرملة والأيتام؟
جزاكم الله خيرا

Terjemah Pertanyaan:

Kami ada pertanyaan, Wahai Syeikh :

“Apakah orang fakir boleh menerima santunan-santunan dari bank-bank riba, demikian pula janda dan anak-anak yatim?”

Semoga Alloh membalas Panjenengan dengan kebaikan.

Jawaban Asy-Syeikh Utsman As-Salimi hafidzohulloh:

Terjemah Jawaban:

Wa’alaikumussalam warahmatulloh wabarokaatuh

Apabila seseorang dia kondisinya faqir/miskin kemudian ada (bantuan) harta yg datang kepadanya dalam keadaan dia membutuhkan, maka tidak mengapa ia menerimanya, sedangkan dosa itu atas orang melakukan praktek riba. Adapun dia (yang menerima santunan) tidaklah berdosa.

Mereka (yang melakukan praktek riba) wajib untuk membersihkan diri-diri mereka dari riba ; mereka sumbangkan dan membersihkan diri dari riba, mereka berikan kepada anak-anak yatim serta orang-orang miskin, atau membangun sesuatu guna kemashlahatan kaum muslimin seperti kamar mandi-kamar mandi untuk masjid, dan (pembuatan) jalan atau yang semisalnya. Walaupun hal tersebut bukanlah bernilai sedekah dan pahala bagi orang yang memberikan sumbangan. Kecuali jika dia menyumbangkannya dalam rangka membersihkan diri dari harta yang haram serta taubat, maka dia akan diberi pahala atas taubatnya.

Semoga Alloh memberikan taufiq kepada kalian.

Bolehkah memberi nama anak dengan Sabilunnajah

Pertanyaan:

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

شيخنا بارك الله فيكم..
يقول السائل :

هل يجوز لرجل أن يسمي ولده بسبيل النجاح ؟

أثابكم الله

Terjemah Pertanyaan:

Assalamu’alaikum warahmatulloh wabarokaatuh…

Wahai Syeikh -semoga Alloh memberkahi panjenengan

Ada yang bertanya :

“Apakah boleh bagi seseorang untuk memberi nama anaknya dengan sabilunnajah (jalan keselamatan)?”

Semoga Alloh melimpahkan pahala kepada panjenengan.

Jawaban Asy-Syeikh Utsman As-Salimi hafidzohulloh:

Terjemah Jawaban:

Wa’alaikumussalam warahmatulloh wabarokaatuh

Sabil itu maknanya thoriq (jalan). Apakah dia (si anak tersebut) adalah jalan keselamatan?

Sebaiknya tidak memberi nama anaknya dengan nama ini. Iya….
Tapi (hendaknya) ia memberi nama anaknya dengan Abdulloh (hamba Alloh), Abdul Aziz, Abdul Wadud, Abdurro’uf, ini menyandarkan penghambaan kepada Alloh, nama-nama yang bagus.
Atau dia beri nama anaknya dengan Muhammad, atau Ahmad atau yang semisalnya dari nama-nama arab dan nama yang bagus.

Semoga Alloh memberikan taufiq kepadamu.

UJIAN KEHIDUPAN

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Sesungguhnya kehidupan dunia ini adalah tempat cobaan dan medan ujian. Tidaklah seorang hamba dalam kehidupan ini kecuali dia pasti diuji, kemudian semua urusannya nanti  akan kembali kepada Alloh.

﴾ لِيَجْزِيَ الَّذِينَ أَسَاءُوا بِمَا عَمِلُوا وَيَجْزِيَ الَّذِينَ أَحْسَنُوا بِالْحُسْنَى ﴿

“…supaya Dia memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat terhadap apa yang telah mereka kerjakan dan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik (surga). “ [An-Najm :31]

Alloh Tabaroka wa Ta’ala berfirman :

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ ﴿ 

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kalian dikembalikan.” [Al-Anbiya :35]

Ujian dalam kehidupan ini kadang  berupa kemakmuran  dan kenikmatan, kadang  berupa penderitaan  dan musibah, kadang berupa kesehatan, kadang berupa sakit, kadang berupa kekayaan, kadang pula berupa kemiskinan.

Orang-orang yang beriman rentan mendapatkan ujian  melalui dua pintu; yaitu : pintu penderitaan  dan pintu kemakmuran. Dan orang beriman dalam setiap ujiannya, dia berpindah dari satu kebaikan pada kebaikan yang lain. Oleh karena itu, telah ada riwayat di dalam Al-Musnad  dari hadits Anas rodhiyallohu ‘anhu  bahwa Nabi Shollallohu ‘alaihi wasallam  bersabda :

((  عَجَبًا لِلْمُؤْمِنِ !! لَا يَقْضِي اللَّهُ لَهُ شَيْئًا إِلَّا كَانَ خَيْرًا لَهُ ))

“Aku sangat kagum terhadap orang yang beriman !! Tidaklah Alloh menetapkan sesuatupun  untuknya kecuali hal itu adalah baik baginya.” ,

Sabda beliau : (“sesuatupun”) mencakup semua ujian, baik  berupa penderitaan maupun berupa kemakmuran. Seorang mukmin itu dalam semua ujian yang dia alami,  ia berpindah dari kebaikan menuju kebaikan lainnya. Yang demikian itu dikarenakan, seorang mukmin yang diberi taufik oleh Alloh ;

  • apabila Alloh Jalla wa ‘Alaa mengujinya dengan penderitaan dan kesulitan, dengan sakit dan kemiskinan, serta ujian-ujian yang lainnya, maka dia menghadapi semua itu dengan kesabaran. Diapun lulus dalam menjalani jenis ujian ini dengan mendapatkan pahalanya orang-orang yang bersabar.

  • apabila Alloh Jalla wa ‘Alaa mengujinya  dengan kemakmuran dan kemudahan, kesehatan dan keselamatan, kecukupan dan keluasan; maka saat mengalami jenis ujian ini , dia menjadi orang yang bersyukur kepada Alloh Jalla Sya’nuhu , hingga  diapun lulus dengan mendapatkan pahalanya orang-orang yang bersyukur.

Semakin memperjelas itu semua adalah adanya riwayat dalam Shohih Muslim dari hadits Shuhaib bin Sinan rodiyallohu ‘anhu , bahwasanya Nabi Shollallohu ‘alaihi wasallam  bersabda :

(( عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ !! إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ ؛ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ))

Aku sangat kagum terhadap urusannya orang yang beriman. Sungguh urusan dia itu semuanya baik, dan hal itu tidaklah didapati pada seseorang kecuali pada seorang mukmin. Jika dia mendapatkan kebahagiaan hidup, dia bersyukur, maka hal tersebut  baik baginya. Dan jika dia tertimpa kesengsaraan, dia bersabar, maka hal tersebut baik baginya.”

Dalam keadaan sengsara , dia meraih kemenangan dengan mendapatkan pahalanya orang-orang yang bersabar, dan dalam keadaan bahagia dan makmur, dia meraih kemenangan dengan mendapatkan pahalanya orang-orang yang bersyukur. Keadaannya berubah-ubah di dalam menjalani berbagai ujian, antara sabar dan syukur.

Sungguh Alloh Ta’ala telah berfirman di dalam Al-Qur’an pada empat tempat :

﴾ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِكُلِّ صَبَّارٍ شَكُورٍ ﴿

“Sesungguhnya pada hal yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Alloh)  bagi setiap orang yang sangat bersabar lagi sangat bersyukur.”

Alloh Jalla Sya’nuhu  menyebutkan dua kedudukan agung tersebut ; yaitu kedudukan  sabar  ketika  susah  dan  kedudukan  syukur ketika  bahagia.

Seyogyanya bagi  seorang mukmin – hamba Alloh – untuk mengetahui bahwa Alloh Jalla Sya’nuhu meluaskan untuk sebagian manusia  pada hartanya, kesehatannya, perdagangannya, anaknya, ataupun macam nikmat yang lainnya, itu bukanlah sebagai dalil bahwa orang tersebut pasti diridhoi dan dimuliakan oleh Alloh. Demikian pula kesempitan hamba pada hartanya , kesehatannya atau  keadaan-keadaannya yang lain, itu bukanlah sebagai dalil bahwa Alloh tidak ridho kepadanya atau menghinakannya. Hal seperti itu hanyalah persangkaan sebagian manusia, yang telah Alloh ingkari dalam firman-Nya Subhanahu wa Ta’ala :

  ﴾ فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ _ وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ ﴿

“Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya, lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata, “Tuhanku telah memuliakanku.” Adapun bila Tuhannya mengujinya, lalu membatasi rezekinya, maka dia berkata, “Tuhanku menghinakanku.” [Al-Fajr : 15-16]

Alloh kemudian berfirman mengingkari persangkaan ini : ﴾ كَلَّا ﴿ : “sekali-kali tidak.” . Maknanya adalah : (bahwa) Hal tersebut tidaklah seperti yang kalian sangka, urusannya itu tidak sebagaimana yang kalian duga. Maka barangsiapa  yang Alloh luaskan,  baik  pada harta, kesehatan, anak, dan yang lainnya, itu semua bukanlah dalil bahwa Alloh pasti meridhoi dan memuliakannya. Demikian pula barangsiapa yang tertimpa kesempitan, , itu semua bukanlah dalil bahwa Alloh Jalla wa ‘Alaa menghinakannya, bahkan masing-masing dari keduanya itu sedang diuji.

Orang yang pertama, diuji oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala dengan harta, kesehatan, keselamatan, dan berbagai macam kebaikan yang lainnya.

Sedangkan orang yang  kedua, diuji oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala dengan kemiskinan, sakit,  atau kesusahan yang semisalnya.

Oleh karena itu, para ulama berselisih pendapat tentang manakah yang lebih utama di sisi Alloh Jalla wa ‘Alaa diantara dua orang : orang kaya yang bersyukur  ataukah orang  miskin yang bersabar ?

Penelitian terhadap masalah ini menyimpulkan bahwa yang paling utama diantara keduanya adalah  orang yang paling bertakwa kepada Alloh Jalla  wa ‘Alaa . Apabila mereka sama dalam hal ketakwaannya, maka dalam hal pahala juga mereka sama. Karena orang yang pertama diuji oleh Alloh dengan kekayaan kemudian dia bersyukur, sedangkan orang kedua diuji oleh Alloh dengan kemiskinan kemudian dia bersabar. Masing-masing dari keduanya telah mewujudkan ubudiyyah (penghambaan) yang dituntut darinya disaat mendapat ujian, maka keduanya  (sama-sama) termasuk orang yang lulus. Orang yang pertama lulus dengan mendapatkan pahalanya orang-orang yang bersyukur, sedangkan yang kedua lulus dengan mendapatkan pahalanya orang-orang yang bersabar.

Dan tempat kembali adalah kepada Alloh ‘Azza wa Jalla. Oleh karena itu, Alloh ‘Azza wa Jalla  tutup ayat tersebut dengan firman-Nya :

﴾ وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ ﴿

“Dan hanya kepada Kamilah kalian dikembalikan.”

Maknanya yaitu : Sesungguhnya kalian akan diuji dalam kehidupan ini, kemudian tempat kembali kalian adalah kepada Alloh ‘Azza wa Jalla,  agar Dia memberikan pahala kepada orang yang berbuat baik dengan sebab kebaikannya, dan memberikan hukuman kepada orang yang melakukan kejelekan, atas  kejelekan yang dilakukannya.

Maka hendaknya kita bertakwa kepada Alloh ‘Azza wa Jalla, dan hendaknya juga kita  bersungguh-sungguh mendidik diri kita dalam kehidupan ini agar menjadi orang-orang yang lulus di berbagai ujian  dan cobaan, baik cobaan itu berupa kebahagiaan, ataukah cobaan itu berupa kesusahan.

Wallohu wahdah al-muwaffiq laa syariikalah.

[Firdaus/PP. Ma’had Al-Faruq Karanglewas/Ujian Kehidupan/Terjemahan  dari  sumber : https://www.al-badr.net/muqolat/3994]

Surat Asy-Syaikh Utsman As-Salimy Al-Yamani Hafidzahullah untuk Para Da’i Ahlus Sunnah

Syaikh Utsman As-Salimy

Dengan Nama Alloh Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Dari Abu Abdillah Utsman bin Abdillah As-Salimi Al-Yamani untuk Saudara-saudara dari Ahlus Sunnah di Indonesia – semoga Allah melindungi mereka dari berbagai hal yang tidak baik –

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh Amma Ba’du :

Kami sangat menyukai kehadiran kalian pada acara Daurah Ilmiyyah di Jakarta dan daerah-daerah lainnya, yang diselenggarakan oleh saudara-saudara kalian – Semoga Alloh membalas mereka dengan kebaikan-.

Ini adalah kesempatan dan anugerah (dari Alloh) bagi para hadir untuk bisa mengambil faidah berupa ilmu-ilmu yang dibutuhkan oleh seorang muslim secara umum, dan (dibutuhkan) oleh dakwah secara khusus , juga untuk mewujudkan persatuan, persaudaraan, kecintaan, musyawarah dalam kebaikan serta saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran.

Kalian Wahai ahlus sunnah adalah orang asing di tengah masyarakat luas. Maka pertemuan kalian merupakan kekuatan bagi kalian. Adapun ahli bid’ah dan orang yang suka berbuat keburukan mereka juga saling tolong menolong, padahal mereka di atas kebatilan. Maka kalian lebih berhak untuk saling tolong menolong di atas kebaikan dan takwa.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Ditulis pada tanggal 14 Rajab 1434 H bertepatan dengan tanggal 24 Mei 2013 M

Utsman As-Salimi